Aku cuma takut kau gantung diri

Sebuah kumpulan perkataan hasil buah pikir sendiri dari mendengarkan kisah perjalanan seseorang dan apa yang terlihat dari sebuah proses perjalanan itu sendiri. Tersadar dari jiwa muda yang terkumpul malam pembacaan, bahwa masih banyak yang mau mengulurkan tangan dan keringat sama-sama membantu Natuna. Yang terpenting adalah orang-orang yang mau selalu buka telinga lebar-lebar mendengarkan masukan. Bukan hal mudah menggerakkan orang, tapi itulah tugas para muda-mudi itu yang masih harus kembali pulang dengan harapan besar di pundak mereka akan Natuna yang sedikit demi sedikit mulai bangkit.

Bila sebuah bakat tak diapresiasi
Banyak urung diri mereka berlari

Bila sebuah kemampuan diperas habis
Banyak lelah tanpa arti

Bila egoisme masih dimunculkan
Banyak yang akan kabur belakangan

Bila sebuah Tim tak saling mendengarkan
Banyak individu bebas saling menikam

Organisasi maupun bisnis
Jadikan tujuan pengembangan diri
Jangan sekali-kali
Untung saja yang kau cari
Aku takut kamu gantung diri
Natuna ini masih kosong sekali
Jadi, hiduplah dengan arti
Kami mau kau jadikan partner berbagi!

Mintai restu orang tua tersayang
Jaga orang-orang kepercayaan
Alirkan ide kreatif di kepala
Raihlah mimpi bersama
Lakukan sekarang!

Sempat dibacakan dalam acara “ngobrol santai”, Sabtu, 30 Juni 2018, 22.00 WIB sekaligus sebagai penutup diskusi dengan narasumber dalam bidang bisnis dan organisasi.

Sudut Pandang

Hai D, semoga tidak seperti aku yang hanya melihat pada satu mata angin yang sama selama 10 tahun ini (walaupun aku merasakan kebahagiaan).
>> Bersiap V untuk semua resikonya, termasuk resiko kalau Ia menerimamu dan ternyata tidak sesuai yg kamu lihat dari sudut pandangmu.

Nyatanya, aku ada di posisi sudut pandang orang ketiga yang terlibat dan mengetahui keseluruhan cerita. Dia menceritakan rasanya tidak hanya padaku, nyatanya. Dia sudah berbagi hatinya dengan yang lain dan tidak pernah ada aku di situ. Lalu bagaimana caranya bersikap? Bagaimana menyikapi sudut pandang yang seperti ini?

Tugas Akhir mengalihkan Ingatan Hari Akhirkah (?)

Sempat terlintas, eh membuat sadar, karena sudah terjerembab. Iya, judul ini sepertinya telah mewakilkan.

Sedikit cerita saat masa-masa perjuangan menuntaskan skripsi. Aku, sekarang sudah jadi sarjana, merasa diberikan peringatan keras akan apa tujuan diriku diberikan roh. Begini ceritanya…

Sudah berlalu dua minggu proses pengambilan data penelitian di sebuah BUMN di Kota Bandung. Rabu itu aku izin untuk tidak dapat menghadiri kantor tempat pengambilan data penelitian dikarenakan adanya diskusi dengan pembimbing di universitas (saat itu aku berkuliah di Depok). Persiapan yang selalu dibawa saat musim penelitian adalah laptop, suatu perangkat yang dapat membantu mempermudah kegiatan penelitian dan dokumentasinya. Kesibukan mengerjakan skripsi membuat aku menoleransi tingkat ibadahku sendiri. Kadang beberapa excuse solat wajib terjadi, aku tetap tunaikan namun seringnya terlambat. Baru hal wajib dari imanku saja terabaikan, bagaimana dengan para sunnah?

Lalu saat pulang dini hari di Bandung, teguran itu membenturku. Dalam keadaan lelah aku tidak menghiraukan sekitar. Pagi hari menjelang, riuh rumah membangunkanku. “Ci, dimana kamu simpan laptopmu?”, “Ci, jadi laptop siapa yang hilang?”, “Ci, sudah sampaikan langsung pada Dega?”, dan percakapan lainnya membangunkan dan menyadarkanku bahwa rumahku telah disinggahi maling. Apa saja kehilangan-kehilangan yang menyadarkanku? Hanya satu laptop, laptop sahabatku yang ku pinjam untuk membantu pengolahan data penelitian, dengan paket charger-annya. Kehilangan yang memberikan pelajaran sekaligus masih memberikan kasih sayang. Mengapa?

Pagi itu diketahui laptop temanku sudah raib dikamarku. Laptop itu aku gunakan untuk membantu penyelesaian penelitian akhirku. Namun, tidak seluruhnya aku simpan dataku di laptop tersebut. Syukurku kupanjatkan. Terima kasih Allah SWT kau masih begitu mempedulikanku.

Mari jangan sampai kita mengakhirkan apa-apa yang memang sudah diberikan dahulu kepada kita..

Dimaafkan Sahabat

Aku sempat salah memilih rasa, Wanita itu menerima aku apa adanya, Aku sempat salah memihak kuasa, Wanita itu bersedih atasnya

Bersahabat dengan wanita bukan keahlianku, Menyakiti wanita hal yang biasa bagiku, Lalu ku dihinggapi rasa kepemilikan, Akan pertemanan yang tak kunjung berkesudahan

Berubah..

Dia ada diwaktu apapun, Wanita itu berkorban semampu apapun, Aku tak melihatnya, Aku buta karena tak biasa, Lalu aku berubah..

Melukainya tak dapat ku terima, Rasa kepemilikan yang ada padaku tak terima dia pergi, Rasa kepemilikan ini tak ingin dia kecewa

Lalu dia kembali mengulurkan tangan, Dalam rasa kecewanya, Dia mengerti posisiku (lagi), Bagaimana bisa aku tidak bersyukur?, Wanita itu dikirim Allah untuk jadi orang yang memberiku pelajaran.., Banyak pelajaran..

Hingga aku bisa berucap, hai wanita baik, jangan pergi dariku

[part 2] Nomor satu yang setelah

Sudah lama aku mengenalnya. Pertemuan pertamaku dengannya di bangku sekolah pada waktu senja hampir usai selesai berkegiatan kepanduan. Sudah 11 tahun yang lalu. Iya sudah lama sekali.

Dia, lelaki primadona di lingkungan kecil kami. Aku memiliki empat sahabat wanita yang begitu mencintainya–entah hanya sebatas mengaguminya–hingga saat ini (mungkin masih hingga nanti). Dulu, aku tak sempat melihatnya, karena sahabatku begitu dibutakan hingga saling mematikan hubungan. Seram kan? Padahal waktu itu usia kami hanya seperlima usia Indonesia saat ini. Lalu, dia mulai berkomunikasi melalui aku. Berkomunikasi dengan salah satu wanita yang dulu dia pilih. Komunikasi yang intens mengenai wanitanya saat itu mungkin menciptakan benih rasa, hingga dipicu peristiwa dimana aku tak memiliki benteng apapun, sehingga rasa tumbuh sehat segar. 

Saat itu senja benar-benar hampir usai, namun langit tidak abu-abu. Berbeda dengan keadaanku, berbekal telepon genggam berkabar tak enak dari ibuku, aku pergi meninggalkan lingkaran dengan pamit sekenanya. Berlari ke pagar sekolah mencari transportasi umum yang dapat membawaku kembali ke ibu. Dia menyusul, menanyakan ekspresi dan rasaku. Tak terpikirkan bahwa itu adalah titik balik sesungguhnya. Titik rapuhku yang disentuh oleh perhatiannya. Mungkin jika dia mengetahui hal itu akan jadi seperti ini hari ini, saat itu dia akan abai. Lagi-lagi usia kami masih sekecil itu, dan rasa yang besar telah tumbuh dalam diriku karena budi baiknya. Mungkin.. aku juga bertanya-tanya..

Kali ini aku hanya akan bercerita mengapa dia tidak menjadi sahabat sejati yang biasa saja. 

Tak sempat menyentuh kesempatan

Be smart to harbor your hope,  because when the sense of dissapointment finally comes, the wrong situation isn’t the place you put it down, but we, who have chosen it as a place to dock.

-Unknown

Darimana datangnya harapan jika tidak dipicu keadaan

Rasanya ku memiliki kesempatan

Darimana datangnya kekecewaan jika tidak dipicu harapan

Rasanya ku meletakkan pada yang salah

Ataukah aku yang memang tidak pernah menyentuh kesempatan?

 

Darimana datangnya rasa nyaman jika tidak dipicu intensitas

Rasanya ku sudah usahakan

Darimana datangnya intensitas jika tidak dipicu oleh rasa ingin interaksi

Rasanya ku sudah terlalu peduli

Ataukah aku (lagi-lagi) tidak pernah menyentuh kesempatan?

 

Pernahkah terlintas wahai kau, si pusat kehidupanku

Bahwa kau memang menyukaiku, setidaknya sedikit, sebagai seorang perempuanmu

Pernahkah terlintas wahai kau, si pusat mimpiku

Bahwa kau memikirkan kesejahteraan, setidaknya perasaanku, sebagai seorang yang masih memiliki rasa kepadamu

Ataukah aku (lagi-lagi) tidak pernah menyentuh kesempatan?

Lalu aku apa, perempuan dari sudut pandang ketiga yang selalu tau semua cerita?

Lalu aku bagaimana, yang masih ingin tahu semua rasamu pada semua wanita padahal ku sakit akan hal itu, hanya karena aku ingin tau kabarmu?

 

Bisakah aku menyentuh kesempatan?

Bisakah kamu melihat aku setidaknya sebagai masa depan?

Bisakah aku membuatmu bangga karena telah dan pernah mengenalku?

Bisakah rasa ini akhirnya berbalas tanpa rasa was-was?

Jika memang tidak bisa,

Bisakah aku tidak sakit hati, saat aku melihatmu bahagia dengan orang lain, padahal hatiku masih mengharap padamu?

Jika masih tidak bisa,

Aku memang tidak pernah menyentuh kesempatan.

Selalu percaya takdir tuhan, tanpa tapi.

- JR -
Pojok Anti Empati, 11.05.2017 17.50 wib

[Part 5] Wanita di alam penghayal

Layar merah terakhir menjadi kenyataan. Bukan hanya prasangka, namun menjadi dakwaan. Itu yang terlihat dari ekspresinya yang semakin mendung, dalam cuaca apapun, bahkan dalam anugerah tuhan-Nya yang sangat membahagiakan. Kasihan, rasa syukurnya kurang dalam situasi yang tak kunjung membahagiakan.

Sudah setahun lamanya keresahan itu menghantuinya. Akhirnya resah menjadi kenyataan dan wanita itu bersusah payah menopang kenyataan. Ketika lingkungannya menjadi sempit dan semakin sempit, Ia justru semakin banyak mengalami ketidakberuntungan. Rasanya salah melihatnya seperti itu, pasti tuhan punya rencana besar.

Melihatnya pagi ini semakin membuat sesak. Ayo Nona, Berjuang, Bangkit! Banyak yang harus kamu kejar dan kerjakan! Jika dia mencari kalimat dukungan, semoga tulisan ini membantunya berdiri tegak kembali.

Akeelah and The Bee

“Our deepest fear is not that we are inadequate. Our deepest fear is that we are immeasurably powerful. It is our light, not our darkness that most frightening us. We ask ourselves, who am I ” to be brilliant, gorgeous, talented, fabulous? ” actually, that you will not? Your playing small doesn’t serve the world. There is nothing enlightened about shrinking so that other people won’t feel insecure around you. We are all meant to shine, as children do. We were born to make manifest the glory of God that is within us. It’s not just in some of us, but inside of every person. And as we let our light shine, we unconsciously allowing others to do the same. As we are liberated from our own fear, our presence automatically liberates others. ”

“Ketakutan terdalam kita bukan karena kita tidak cakap. Ketakutan terdalam kita adalah karena kita tidak bisa mengukur kekuatan kita. Kita bertanya pada diri kita sendiri, “Apakah aku cerdas, hebat, berbakat, dan menakjubkan?”. Sebenarnya, Siapa sebenarnya dirimu? Kita dilahirkan untuk membuat manifestasi kemuliaan Allah SWT dalam diri kita dan begitu kita cemerlang dengan kemuliaan tersebut, tanpa sadar kita memberikan orang lain kesempatan untuk lakukan hal yang sama.”

This speech I didn't know from whom or from what, but this message clearly
motivate me to keep going in our track. If you failed, let your tears out,
pray to your Allah SWT, and come again with chin up.

I wrote this after i watched the “Akeelah and The Bee” movie. As we knew that movie tell us about the black arround the white in spell contest. Maybe all of you have an opinion about that ordinary plot, but in mine this movie had taught me a lot about what’s the meaning of fight, yes, F-I-G-H-T in every aspect do you want.

Please, if you see this writing and you haven’t watch that movie, please, P-L-E-A-S-E to watch it!!!

 

Ditulis di Depok, 23 Mei 2016 23.19 WIB
Dalam usaha memperbaiki diri dengan memahami apa yang telah Allah SWT berikan.